Pagi datang lagi,
membangunkan jiwa dan raga ini dengan eloknya kicauan burung dan mentari yang siap
menyinari. Hari yang berbeda, waktu yang berbeda, realita yang berbeda, masa
yang berbeda. Namun perbedaan itu tak selaras dengan keadaan hati. Perasaan ini
masih dengan perasaan yang sama, yaitu menunggu pesan darimu masuk ke dalam
ponselku. Sekadar ucapan “ selamat pagi “ yang akan jadi dua kata yang paling
hebat bagiku untuk mengawali hempasan nafasku. Ternyata tidak ada.
Cahayamu tak terbit dikala
pagi itu, entah kemana wahai dirimu. Kau harus tau disini ada seseorang yang
sedang menanti cahaya indah itu. Aku bertanya kepada hamparan langit yang biru
itu dan langit hanya bisa menjawab “ Aku tak tahu kemana dia “ lalu aku tanya kembali
kepada awan dan awan pun hanya bisa membisu seribu kata. Lantas aku terbingung mencari kehadiran
dirimu dan aku hanya bisa menunggu kedatanganmu.
Ada apakah gerangan wahai
cahayaku ? ceritakanlah sekarang juga kepadaku, agar aku tak terbingung cemas
menantikan terbitmu. Aku hampa tanpa kehadiran dirimu, bak bunga yang layu
ketika pemiliknya tak menyiramiya dengan air segar yang selalu di tunggu.
Semerbak aposteri pun tak kunjung mencair seiringan dengan pikiran ini yang
membeku memikirkan arah laju dirimu. Sel-sel imajinasi juga turut bermertafosa
terfokus pada keanehan pagi hari ini yang sedang berlaku.
Waktu pun berkontradiksi
membawaku kedalam kegelapan malam hari. Kau pun tak kunjung hadir dalam semesta
ini. Bulan pun membisikan godaan pada keheningan malam “ Sudahlah sia-sia kau
menanti dia, lupakanlah saja masih banyak bintang di langit yang lebih indah
bisa kau pilih “, namun aku hiraukan bak orang yang tuli. Aku tak peduli
meskipun banyak bintang indah yang bisa aku pilih, namun mereka tetap tak bisa
mengalahkan pancaran sinar indahmu yang sedang aku rindui. Bahkan beratus abad
pun akan aku nanti karena keyakinanku berbicara kau itu pantas untuk aku
perjuangkan hingga hempasan nafas terakhir ini.
Termenunglah aku dalam
kesepian dan penantian. Terkurung dalam keganasan kerinduan, menghempaskanku
dalam zona tak karuan. Layu dan roboh berevolusi dalam angan-angan
kehadiranmu. Aku hanya berdiskusi
bersama ribuan asap yang tercipta di sela nafas ini sebagai penguatku. Dan
ribuan asap itu berspekulasi menciptakan hipotesis,membangunkan rohku agar
bangkit dan mencari orbitmu, dan aku akan mencari kemana kau pergi. Lalu, aku
akan menghancurkan kejamnya bulan, karena bulan telah menghlalangi pancaran
sinar indahmu yang telah tertancap dalam jiwa ini sehingga tercipta derita
gerhana dalam semestaku.
Tunggulah diasporaku wahai cahaya penerang semestaku
Aku akan membebaskan kau
dari jahatnya bulan”
Post a Comment